Kamis, 20 November 2008

Kerang Mutiara

Berdasarkan sejarah, mutiara dulunya hanya digunakan oleh kaum bangsawan sebagai simbol kekuasaan, kekayaan dan keanggunan. Hingga sekarang, perhiasan anggota kerajaan Inggris pada acara resmi adalah mutiara. Kini mutiara masih digunakan sebagai simbol keanggunan dan kekayaan, pemakainya tidak terbatas hanya di kalangan kaum bangsawan tetapi sudah merambah sampai ke masyarakat umum.
Pada prinsipnya, moluska bercangkang berpeluang menghasilkan mutiara secara alami. Namun tidak semua kerang bisa menghasilkan mutiara yang bagus dan memiliki nilai beli yang lumayan. Kerang penghasil mutiara umumnya berasal dari famili Pteriidae, namun yang umum dikenal hanya jenis-jenis tertentu seperti gold atau silver-lip pearl oyster (kerang mutiara bibir emas atau bibir perak) Pinctada maxima, black-lip pearl oyster (kerang mutiara bibir hitam) Pinctada margaritifera, Akoya pearl oyster (kerang mutiara Akoya) Pinctada fucata dan the winged-pearl oyster (kerang mutiara bersayap) Pteria penguin. Semua anggota famili ini hidup di laut. Sedangkan moluska lain penghasil mutiara yang sejauh ini dikenal berasal dari kelompok abalone dan beberapa gastropoda lain serta beberapa jenis kerang bivalvia air tawar.
Setidaknya ada tiga kawasan yang memiliki kumpulan kerang mutiara laut dan menjadi areal pencarian mutiara alami. Mereka adalah, daerah Teluk Persia, Selat Manaar di Srilanka dan perairan Australia utara. Namun, sebaran kumpulan kerang mutiara laut mulai dari Laut Merah ke arah timur sampai ke Pasifik. Selain ketiga tempat yang terkenal, kawasan kumpulan kerang mutiara juga ditemukan ada di daerah perairan Burma, Selat Malaka, Laut Arafura, Laut Sulu sampai ke perairan Jepang, dan di negara-negara pasifik selatan. Beberapa tempat juga ditemukan di Amerika tengah dan utara seperti di Panama, kepulauan Margarita Venezuela sampai ke perairan Mexico.
Tidak disangkal, keindahan mutiara sudah melegenda di seluruh dunia. Kemilau perhiasan yang konon berasal dari air mata binatang bercangkang keras yang menghuni dasar lautan itu menyihir setiap orang di segala jaman. Karena dibutuhkan perjuangan antara hidup dan mati untuk mendapatkan sebutir perhiasan mutiara menyebabkan nilainya bisa selangit. Meskipun sekarang telah dikenal budi daya jenis-jenis kerang mutiara tetapi harga di pasaran tetap tinggi dan tetap tidak semua orang cukup mampu menjangkaunya. Hasil dari kerang laut sebetulnya bukan hanya mutiaranya saja yang bernilai. Cangkang atau kulit kerang tetap mempunyai nilai jual tinggi. Dari waktu ke waktu harganya pun merambat naik. Dahulu harga pasaran Rp 15 ribu per kilogram namun sekarang menjadi sekitar Rp 50 ribu untuk cangkang berkualitas bagus. Memang telah sejak lama kulit keras yang mengandung kapur itu diolah dan dimanfaatkan menjadi bermacam-macam barang kerajinan serta perhiasan.
Manfaat
Kerang penghasil mutiara, tentunya menghasilkan mutiara yang memiliki kilauan indah. Mutiara inilah yang kemudian banyak dimanfaatkan sebagai perhiasan yang memiliki harga cukup tinggi. Mutiara-mutiara yang elok ini dapat dirangkai menjadi berbagai macam asesoris seperti kalung, gelang, anting, bros dan lain sebagainya.
Ada berbagai macam mutiara yang populer diperdagangkan di dunia, diantaranya adalah sebagai berikut:
  • Mutiara Akoya. Secara umum Akoya (mutiara klasik Jepang) merupakan jenis mutiara pertama yang dibudidayakan dengan ciri-ciri : Kilauan: Dengan perbandingan ketebalan nacre yang sama, Akoya dinilai oleh sebagian ahli mempunyai kilauan yang lebih baik dibandingkan mutiara jenis lain. Perairan Jepang, tempat pengembangbiakan Akoya, merupakan perairan dengan suhu 10-15° lebih dingin dibanding perairan untuk pengembangbiakan mutiara jenis lain. Kondisi perairan yang lebih dingin ini menyebabkan Akoya membentuk lapisan nacre lebih lambat dan struktur kristal yang lebih padat. Hal inilah yang meningkatkan kualitas kilauan Akoya. Sehingga meskipun lapisan nacre-ny& lebih tipis dibandingkan sebagian besar jenis mutiara budidaya lain, tetapi kilauannya paling terang. Permukaan: Relatif bersih dan umumnya tidak ada cacat. Bentuk: Umumnya dijumpai dalam bentuk bulat, semi bulat, tetesan air dan baroque (bentuk tidak beraturan). Hampir tidak pernah dalam bentuk circle!ring, button atau oval. Warna: rose, perak/putih, krem, emas dan biru/abu-abu. Ukuran: berkisar dari 2-10 mm, dengan ukuran rata-rata 7 mm.
  • South Sea Pearl (The Queen of Pearls). Merupakan jenis mutiara yang dihasilkan dari kerang Pinctada maxima dengan negara produsen utamanya adalah Indonesia, Australia, Philipina, Myanmar, Vietnam dan Thailand. Dijuluki sebagai Ratunya Mutiara karcna ukurannya yang besar dengan kilauan yang khas sehingga seringkali memiliki harga termahal. Dengan ciri-ciri: Kilauan : Lapisan nacre south sea pearl umumnya tebal dengan kilauan yang relatif lebih kuat dibanding jenis mutiara lainnya. South sea pearls juga memiliki pantulan warna lembut yang indah yang hanya dapat dijumpai pada mutiara berlapis nacre tebal. Permukaan: relatif bersih (bebas dari noda, benjolan, lubang kecil dan kerutan) sampai dengan sangat cacat. Cacat yang tidak merusak seperti noda, benjolan, lubang kecil dan kerutan kadang dijumpai pada south sea pearl. Namun demikian, menginga mutiara merupakan produk alam, hampir sulit untuk mendapatkan mutiara dengan permukaan tanpa cacat. Cacat yang ada juga tidak selalu mengurangi nilai maupun keindahan mutiara itu sendiri. Bentuk: hampir ditemukan dalam semua bentuk seperti bulat (round), tetesan (drop), kancing (button), oval, setengah bulat (semi-round), circle atau ringed, tidak beraturan (baroque) dan semi baroque. Pada umumnya bentuk bulat dan tetesan memiliki harga yang paling mahal. Warna: cakupan warna south sea pearl sangat luas, umumnya berwarna putih, perak, merah muda dan emas. South sea pearl asal Australia umumnya berwarna putih, demikian pula south sea pearl asal Indonesia dan Philipina meskipun ada kecenderungan berwarna krem dan keemasan. Ukuran: Dibandingkan dengan semua jenis mutiara budidaya, south sea pearl umumnya memiliki ukuran yang lebih besar yaitu kisaran 8 - 22 mm, dengan ukuran rata-rata 15 mm. Meski demikian, dijumpai juga south sea pearl dalam ukuran kecil yaitu 2 - 8 mm. Ukuran ini biasanya berbentuk baroque keishi, yaitu mutiara hasil ikutan sebagai akibat suatu benda terikut masuk ke dalam organ tubuh kerang sewaktu proses insersi berlangsung.
  • Mutiara Tahiti. Mutiara Tahiti merupakan jenis mutiara yang dihasilkan dari kerang Pinctada margaritifera yang memiliki ukuran kerang hampir dua kali lipat dibanding kerang Akoya. Negara produsen utamanya adalah Tahiti (French Polynesia), Hawaii, Cook Island dan negara di kawasan Pasifik. Dengan ciri-ciri: Kilauan: berkisar dari kilauan tinggi, sedang hingga rendah. Permukaan : cakupan kualitas permukaannya cukup luas yaitu dari bersih/mulus hingga sangat cacat. Untuk mutiara Tahiti dengan kualitas tinggi, permukaannya bebas dari noda, bengkak, lubang kecil, kerutan dan bulatan. Sebagai mutiara yang memerlukan waktu budidaya lama, mutiara Tahiti dengan permukaan yang kurang sempurna kadangkala justru menambah keindahan dan menjadi lebih memikat. Bentuk : bulat sempurna, tetesan, kancing, oval, semi round, melingkar atau ringed, baroque dan semi baroque. Ukuran : sekitar 8-13 mm Warna : mutiara Tahiti dikenal dengan wama-warninya, cendcrung warna metalik dan unik dibanding warna mutiara budidaya lainnya. Sebagai Mutiara Hitam, warna umumnya adalah kelabu dengan dcrajat yang lebih terang atau lebih gelap. Selain itu, mutiara Tahiti memiliki kemampuan yang unik untuk menampilkah variasi warna yang muncul secara bcrsamaan - seperti warna peacock, eggplant atau aubeigine, hijau, biru dan warna merah keungu-unguan. Mutiara Tahiti yang paling bernilai tinggi adalah yang berwarna peacock dan biru yang diikuti warna pelangi, kelabu dan emas.
Dalam rangka peningkatan nilai tambah, mutiara dalam bentuk “loose” umumnya dikembangkan dalam bentuk “jewelry” atau menjadi bahan perhiasan yang kadangkala dikombinasikan dengan benda-benda berharga lainnya seperti emas, perak, berlian, intan dan lain-lain. Bentuk perhiasan yang dihasilkan diantaranya mahkota, kalung, gelang, cincin, bros, jepitan dasi dan Iain-lain. Dalam perdagangan internasional, kalung mutiara dengan berbagai ukurannya memiliki istilah-istilah tersendiri seperti choker, collar, matinee, opera, princess dan rope. Istilah-istilah tersebut digunakan khususnya untuk kalung mutiara yang berasal dari butiran mutiara yang seragam.
Tak hanya berhenti sampai di situ, pemanfaatan kerang mutiara kini mulai merambah pada pemanfaatan cangkangnya. Cangkang atau kulit kerangnya tetap mempunyai nilai jual tinggi. Dari waktu ke waktu harganya pun merambat naik. Dahulu harga pasaran Rp 15 ribu per kilogram namun sekarang menjadi sekitar Rp 50 ribu untuk cangkang berkualitas bagus. Memang telah sejak lama kulit keras yang mengandung kapur itu diolah dan dimanfaatkan menjadi bermacam-macam barang kerajinan serta perhiasan.
Umpamanya cangkang dibuat menjadi aneka macam sendok makan, sendok teh atau kulit kerang mutiara yang berwarna putih dijadikan pisau berbagai bentuk seperti yang dihasilkan oleh salah satu perajin PT. Caspla Bali di Nusa Penida, Bali. Selain membuat berbagai jenis barang hiasan dinding seperti bingkai foto, cermin dan lukisan dari bahan kulit kerang mutiara, mereka juga membuat banyak desain dengan mengkobinasikan bahan-bahan lain. Jadilah perhiasan-perhiasan indah campuran kulit kerang dan perak berupa liontin, anting-anting, gelang dan sebagainya.
Kerajinan furniture seperti meja-kursi, kotak dan almari antik di tangan mereka menjadi semakin cantik setelah di tempel kulit kerang mutiara. Masih dengan unsur kayu ada pula pajangan berbentuk ornamen ikan-ikan unik bentuknya dengan sisik-sisik dari kulit kerang yang menonjol sehingga mirip aslinya. Malahan terdapat pula desain lantai dibuat dari kerang mutiara dan yang ini sangat gemari di pasar luar negeri. “Kami juga membuat kerajinan kerang mutiara yang diukir untuk symbul dewa atau symbul tuhan untuk tempel di dinding,” tambah I Putu Darmaya, Direktur PT. Caspla Bali.
Jenis Kerang Penghasil Mutiara
Pada prinsipnya, moluska bercangkang berpeluang menghasilkan mutiara secara alami. Namun tidak semua kerang bisa menghasilkan mutiara yang bagus dan memiliki nilai beli yang lumayan. Kerang penghasil mutiara umumnya berasal dari famili Pteriidae, namun yang umum dikenal hanya jenis-jenis tertentu seperti gold atau silver-lip pearl oyster (kerang mutiara bibir emas atau bibir perak) Pinctada maxima, black-lip pearl oyster (kerang mutiara bibir hitam) Pinctada margaritifera, Akoya pearl oyster (kerang mutiara Akoya) Pinctada fucata dan the winged-pearl oyster (kerang mutiara bersayap) Pteria penguin. Semua anggota famili ini hidup di laut. Sedangkan moluska lain penghasil mutiara yang sejauh ini dikenal berasal dari kelompok abalone dan beberapa gastropoda lain serta beberapa jenis kerang bivalvia air tawar.
Setiap jenis kerang mutiara menghasilkan mutiara dengan spesifikasi yang berbeda. Pinctada maxima menghasilkan mutiara relatif lebih besar dari semua jenis kerang penghasil mutiara, berwarna perak, emas dan krem. Jenis ini banyak dibudidayakan di Indonesia, Birma, Thailand dan Australia. Sedangkan kerang jenis Pinctada margaritifera merupakan primadona negara-negara pasifik selatan. Mutiara yang dihasilkannya bervariasi dari warna krem sampai warna hitam. Warna hitam merupakan warna yang diminati pelanggan mutiara dunia saat ini. Dengan demikian harganya sangat mahal. Diameter mutiara yang dihasilkan umumnya lebih kecil daripada yang diproduksi Pinctada maxima. Sementara Pinctada fucata adalah jenis yang banyak dibudidayakan di Jepang, dan Pteria penguin tidak banyak dibudidayakan karena sejauh ini hasilnya diperuntukkan hanya pada kalangan tertentu mengingat bentuk mutiara yang dihasilkannya umumnya tidak bundar.
Cara Menghasilkan Mutiara
Walaupun masih ada usaha pencarian mutiara dari alam, namun kebanyakan mutiara yang berada di pasaran saat ini adalah hasil rekayasa manusia. Rekayasa ini ditemukan oleh orang Jepang, Mikimoto di awal abad yang lalu. Mengingat begitu potensialnya mutiara sehingga Jepang tetap menjaga rahasia ini sampai akhir tahun 80-an. Sehingga tidak heran bila Jepang mengembangkan usahanya di negara-negara lain di kawasan pasifik dan lautan Hindia seperti Indonesia dengan tetap menggunakan teknisinya. Walaupun demikian, Indonesia sebagai areal potensial budidaya bagi hampir semua jenis kerang mutiara telah menjadi salah satu negara penghasil mutiara utama dunia bersama Jepang, China dan Australia.
Bentuk rekayasa ini dikenal dengan istilah grafting atau seeding atau juga implantation, yaitu dengan menyisipkan inti (nucleus) bersama selembar organ mantel (irisan daging kerang mutiara lain yang dikenal dengan nama ‘saibo’) ke dalam kerang mutiara. Organ mantel ini diambil oleh individu kerang mutiara yang lain dan berperan sebagai donor. Berdasarkan penelitian, pemilihan donor yang baik akan menentukan kualitas mutiara yang dihasilkan terutama dari segi warna, bentuk dan kilau mutiara. Inti dan irisan mantel ini ditempatkan di dalam gonad kerang setelah sebelumnya dibuat irisan kecil pada dinding gonad. Irisan daging mantel akan membentuk kantung mutiara (pearl sac) dan nantinya akan memproduksi nacre. Proses ini dikenal sebagai biomineralisasi, sama halnya dengan proses pembentukan tulang pada manusia dan hewan bertulang belakang lainnya. Nacre adalah bagian permukaan yang berkilau dari mutiara atau juga dinding bagian yang berkilau dalam kerang. Pada bagian dalam kerang, nacre diistilahkan sebagai Mother of Pearl (ibu dari mutiara) sedangkan nacre yang melekat di inti disebut mutiara. Kualitas nacre yang dihasilkan menjadi penentu kualitas mutiara secara keseluruhan.
Proses penyisipan merupakan bagian kecil dari rangkaian proses budidaya yang panjang sejak penentuan lokasi budidaya sampai pada penanganan pasca panen. Prinsip proses penyisipan ini didasarkan atas bagaimana terbentuknya mutiara secara alami dimana kerang akan membungkus irritant yang tidak dapat dihindari dengan nacre. Prinsip kerja ini sama bila kerang mengalami kerusakan cangkang, mereka akan segera menutup lubangnya dengan nacre sehingga mencegah tubuh lunaknya terekspos. Namun sejauh ini belum ada bukti bahwa mutiara alami terbentuk karena masuknya butir pasir ke dalam tubuh kerang. Asumsi kuat yang menunjang terbentuknya lapisan nacre ini adalah adanya virus seperti yang ditemukan pad beberapa jenis kerang mutiara yang dibudidayakan.
Proses Pembuatan Mutiara
§ Secara Alami
Di alam, mutiara terbentuk akibat adanya irritant yang masuk ke dalam mantel kerang mutiara. Fenomena adanya irritant ini sering juga ditafsirkan dengan masuknya pasir atau benda padat ke dalam mantel kemudian benda ini pada akan terbungkus nacre sehingga jadilah mutiara. Secara teoritis, Elisabeth Strack (secara mendalam terdapat dalam buku Pearls tahun 2006) mendeskripsikan terbentuknya mutiara alami terbagi atas dua bagian besar, terbentuk akibat irritant dan masuknya partikel padat dalam mantel moluska. Pada prinsipnya, mutiara terbentuk karena adanya bagian epithelium mantel yang masuk ke dalam rongga mantel tersebut. Bagian epithelium mantel ini bertugas mengeluarkan/mendeposisikan nacre pada bagian dalam cangkang kerang disamping membentuk keseluruhan cangkang. Teory irritant mengungkapkan bahwa pada suatu saat bagian ujung mantel sang kerang dimakan oleh ikan, hal ini dimungkinkan karena kerang akan membuka cangkang dan menjulurkan bagian mantelnya untuk menyerap makanan. Saat mantelnya putus, bagian remah eptiheliumpun masuk ke dalam rongga mantel. Teory irritant juga mengungkapkan bahwa bisa saja mutiara terbentuk akibat masuknya cacing yang biasanya menempati moluska pada masa perkembangannya kemudian berpindah ke organisme lain. Cacing ini merusak dan memasuki rongga mantel. Cacing ini tanpa sengaja membawa bagian epithelium yang ada di permukaan mantel bersamanya. Bila cacing mati dalam rongga mantel, maka cacing ini akan dibungkus oleh epithelium, membentuk kantung mutiara dan akhirnya terbentuklah mutiara. Kalaupun cacing itu bisa melepaskan diri, maka epithelium yang tinggal dalam rongga mantellah yang akan membentuk mutiara setelah sebelumnya membentuk kantung mutiara. Sementara teori yang kedua adalah masuknya partikel padat ke dalam rongga mantel. Partikel padat bisa saja terperangkap di dalam tubuh kerang akibat dorongan air. Saat kerang ini tak bisa mengeluarkannya, partikel inipun bisa saja masuk ke rongga mantel. Saat dia masuk, epithelium juga ikut bersamanya. Epithelium ini akhirnya membungkus partikel padat sehingga terbentuklah kantung mutiara. Kantung mutiara ini akhirnya akan mendeposisikan nacre ke partikel padat tersebut. Namun demikian sejauh ini belum ada bukti ilmiah yang mendukung teori masuknya pasir ke dalam mantel kerang mutiara walaupun teori ini dipahami sejak lama. Dari beberapa mutiara alami yang dibedah, menunjukkan bahwa bagian inti mutiaranya bukanlah partikel padat.
§ Mutiara Hasil Budidaya
Sebelum kegiatan operasi, kerang mutiara jauh hari sebelumnya sudah mengalami proses yang disebut weakening (membuat kerang mutiara menjadi lemah). Proses ini biasanya dari 2 minggu sampai sebulan tergantung jenis dari kerang mutiara. Proses ini dimaksudkan supaya kerang mutiara akan akan mengalami stress dan memasuki fase reproduksi dengan cepat sehingga apabila operasi dilaksanakan gonadnya sudah kosong. Bila gonad dalam keadaan penuh maka kegiatan operasi akan menyulitkan dan bahkan banyak mengalami kegagalan. Proses weakening ini bisa dengan menutup kerang mutiara dengan sarung yang berpori sangat kecil sehingga partikel makanan tersaring atau bahkan kerang mutiaranya ditumpuk bersama kemudian dibungkus dengan sarung berpori kecil. Dalam kondisi ini, kerang mutiara masih bisa bertahan hidup walau makanan dalam partikel yang lebih besar sudah tak ada lagi. Setelah proses ini, kerang mutiara diangkat ke darat (bila operasi dilaksanakan di darat) dan mengalami proses weakening lanjutan di dalam tanki. Mereka ditumpuk bersama sehingga mereka makin lemah akibat konsumsi makanan dan oksigen yang rendah. Bila operasi dilakukan tanpa proses ini, kerang mutiara masih sangat kuat untuk menendang keluar nucleus yang dimasukkan ke dalam gonadnya. Bahkan untuk jenis kerang terbesar P. Maxima, otot mereka sangat kuat bila tak melewati proses weakening sehingga cangkangnya sangat susah dibuka. Pada saat-saat tertentu air dikeluarkan dari tanki sehingga memaksa kerang untuk membuka cangkangnya. Saat kerang membuka cangkang peg (pengganjal) disisipkan diantara kedua cangkang kemudian kerang siap dioperasi. Pada saat tanpa air, kerang akan membuka cangkang sementara mantelnya akan tertarik ke dalam. Hal ini memudahkan kegiatan pegging karena saat ditutupi air kerang akan membuka cangkang namun bagian tepinya akan tertutup mantel, akibatnya apabila dilakukan pengganjalan maka peg akan melukai mantel kerang.
Mutiara hasil budidaya menggunakan prinsip terbentuknya mutiara alami dengan sebuah nucleus sebagai dasar terbentuknya mutiara. Seorang teknisi terlatih akan menyiapkan inti mutiara yang biasanya bulat dan berasal dari cangkang kerang lain dan potongan mantel atau disebut juga saibo yang diambil dari kerang mutiara lain. Pemilihan donor ini mempertimbangkan warna dan kualitas nacre Mother of Pearl-nya (yang terdapat pada bagian sisi dalam cangkang kerang). Awalnya sang teknisi akan membunuh kerang donor dengan hati-hati agar supaya tak menyentuh mantelnya. Bila mantelnya tersentuh, maka mantel akan berkeriput akibat reaksi dari si kerang. Membunuh kerang donor dilakukan dengan menyisipkan pisau di antara dua cangkang dan memotong otot aduktor dari kerang donor. Saat terbelah, kerang didiamkan sampai benar-benar mati sehingga saat bagian mantelnya disentuh dia tak bereaksi lagi. Selanjutnya dipotonglah bagian mantel yang menempel pada kedua cangkang dan mantel tersebutpun dipotong lagi kecil-kecil (kira-kira 3 x 3 mm). Bagian mantel yang dipersiapkan untuk penyisipan disebut saibo, sehingga kerang donor disebut juga kerang saibo. Saat operasi penyisipan, kerang penerima sudah dipegging (ditempatkan pasak antara kedua cangkang). Kerang penerima ini ditempatkan sedemikian rupa agar mudah dioperasi. Shell opener bertugas untuk membuka cangkang lebar-lebar, kemudian teknisi akan mengiris tipis bagian antara gonad dan kaki dari kerang sebagai tempat masuknya inti dan saibo. Ukuran Intipun dipilih sesuai dengan ukuran gonad. Setelah itu intipun dimasukkan se dalam-dalamnya ke dalam gonad kemudian disusul dengan satu lembar saibo. Lembar saibo ini ditempatkan sedemikian rupa agar melekat di inti dengan bagian ectoderm (yang berisi epithelium penghasil nacre) menghadap inti. Karena bila terbalik maka kemungkinan terbentuk mutiara bulat sangat kecil. Setelah itu kerangpun ditempatkan ke keranjang atau panel dan akhirnya dikembalikan ke laut. Teknik operasi dan pasca operasi bervariasi setiap perusahaan mutiara. Pada prinsipnya, dengan menerapkan teknik-teknik tertentu, kerang mutiara tak akan”menendang” keluar inti yang disisip dan akhirnya bisa menghasilkan mutiara bulat yang berkualitas baik. Proses pemilihan kerang untuk penerima/penghasil mutiara juga mempertimbangkan umur kerang dan masa reproduksinya. Bila kerang dalam masa reproduksi maka gonadnya akan penuh, sehingga dianggap tak cocok untuk disisipkan inti. Kemampuan teknisi akan menentukan kualitas mutiara yang dihasilkan nanti.

Rabu, 19 November 2008

Pengalengan Ikan

Berbagai cara telah dilakukan manusia untuk dapat mempertahankan nilai kesegaran ikan. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan pengalengan. Proses pengalengan ikan prinsipnya adalah memasukkan bahan pangan kedalam wadah (kaleng) kemudian ditutup rapat, selanjutnya bahan yang ada dalam kaleng tersebut dipanasi sampai suhu tertentu, pada tekainan tertentu pula guna mematikan mikroorganisme (Moeljanto, 1992).
Pengalengan adalah cara pengawetan ikan dengan sterilisasi. Bahan mentah yang dipakai terutama adalah ikan segar atau ikan basah. Selain itu, pengalengan juga dapat dilakukan pada ikan beku dan ikan asap. Bahan mentah untuk pengalengan harus dipilih yang betul-betul baik. Ikan yang kurang segar akan menimbulkan banyak kesulitan dalam pengolahan dan mengurangi daya awetnya. Hasil perikanan yang banyak dikaleng, selain ikan adalah udang, lobster, dan kerang. Ikan yang dikaleng dan disimpan dengan baik dapat bertahan selama dua tahun (Murniyati dan Sunarman, 2000).
Dengan pengalengan, maka ikan akan mempunyai daya simpan yang lebih lama sebagai bahan pangan yang layak untuk dikonsumsi. Selain itu, dengan pengalengan maka distribusi dari ikan yang dikaleng tersebut akan menjadi lebih luas, dapat menjangkau daerah-daerah yang jauh dari pantai. Keuntungan lain dari usaha pengalengan ikan ini adalah bahwa untuk ikan-ikan yang melimpah pada saat musim tidak akan terbuang percuma akibat dari proses pembusukan, ini berarti pengalengan dapat meningkatkan nilai ekonomisnya (Fardiaz, 1992).

Bahan-bahan dalam proses pengolahan
Pengalengan adalah cara pengawetan ikan dengan sterilisasi. Bahan mentah yang dipakai terutama adalah ikan segar atau ikan basah. Selain itu, pengalengan juga dapat dilakukan pada ikan beku dan ikan asap. Bahan mentah untuk pengalengan harus dipilih yang betul-betul baik. Ikan yang kurang segar akan menimbulkan banyak kesulitan dalam pengolahan dan mengurangi daya awetnya. Hasil perikanan yang banyak dikaleng, selain ikan adalah udang, lobster, dan kerang. Ikan yang dikaleng dan disimpan dengan baik dapat bertahan selama dua tahun (Murniyati dan Sunarman, 2000).
Menurut Murniyati dan Sunarman (2000), zat-zat yang ditambahkan pada isian (bumbu), pada umumnya berupa:
a. Saus (bear sauce, mustara sauce, lemon sauce, cream sauce, tomato sauce, prawn sauce, chee se sauce, dll).
b. Larutan garam (brine).
c. Minyak tumbuh-tumbuhan ditambah garam, asam dll.

Proses Pengalengan Ikan
Proses pengalengan ikan meliputi persiapan bahan mentah, pengisian (filling), penghampaan (exhausting), sterilisasi, pendinginan, dan pelabelan.


Persiapan Bahan Mentah
Bahan mentah berupa ikan disiapkan dengan cara dibuang isi perutnya, dicuci, di-precook, kemudian dipotong-potong dan ditimbang. Precooking dilakukan untuk ikan-ikan yang berlemak, misalnya tuna, untuk mengurangi kandungan minyak dan airnya. Ikan-ikan sebangsa lemuru, sarden, bandeng, herring, dan ikan-ikan kecil lainnya yang berkadar lemak rendah tidak perlu di-precook (Murniyati dan Sunarman, 2000).


Menurut Moeljanto (1982), pengisian ikan tuna kedalam kaleng dibagi atas:
a) Solid pack
Potongan-potongan loin utuh, besar dan kompak diisikan kedalam kaleng. Sedapat mungkin dalam satu kaleng berisi satu sampai tiga potong daging tanpa ada serpihan-serpihan daging.
b) Chuck pack
Tuna loin atau serpi han-serpihan daging putih yang diiris besar-besar dengan ukuran tertentu. Setelah dimasukkan kedalam kaleng lalu ditekan-tekan hingga berat dan ketinggian yang sudah ditentukan.
c) Flake pack
Sama engan chuck pack, tetapi besarnya potongan daging tidak seragam.
d) Grated Pack
Sebelum daging diisikan kedalam kaleng, digiling terlebih dahulu dan pengisiannya agak dipadatkan untuk memenuhi berat netto dan celah pemisah (head space) yang ditentukan.

Pengisian (Filling)
Pengisian ikan kedalam kaleng dapat dilakukan dengan tangan atau dengan mesin. Pengisian dengan tangan lebih menguntungkan meskipun tidak begitu cepat karena dimungkinkan untuk mengisi bagian-bagian yang kosong (Murniyati dan Sunarman, 2000).

Penghampaan (Exhausting)
Penghampaan adalah pengeluaran udara dari dalam kaleng. Penghampaan bermanfaat untuk mengurangi tekanan didalam kaleng, sehingga kaleng tidak pecah selama sterilisasi, meniadakan oksigen untuk mengurangi kemungkinan oksidasi isi kaleng dan korosi (perkaratan) pada bagian dalam kaleng, mengurangi kehidupan bakteri aerob, menjaga kandungan vitamin (Murniyati dan Sunarman, 2000).
Menurut Muchtadi (1995), exhausting berguna untuk menghilangkan sebagian besar oksigen atau gas-gas lain sebelum kaleng ditutup. Karena gas ini dapat bereaksi dengan bahan pangan atau bagian dalam kaleng sehingga akan mempengaruhi mutu, nilai gizi dan umur simpan produk. Kegunaan lain dari exhausting adalah memberikan ruangan bagi pengembangan produk selama proses sterilisasi, sehingga kerusakan kaleng akibat tekanan produk dari dalam dapat dihindari.

Sterilisasi
Sterilisasi adalah pemusnahan mikro-organisme dengan cara pemanasan yang dilakukan pada suhu dan waktu tertentu. Suhu yang dipakai biasanya 115oC-120 oC, dan waktunya 1-1 ½ jam, tergantung pada jenis ikan ukuran kaleng. Jika dipakai temperatur yang lebih rendah, sterilisasi berjalan lambat. Sebaliknya, jika temperatur lebih tinggi, daging ikan dapat rusak (Murniyati dan Sunarman, 2000).
Menurut Muchtadi (1995), sterilisasi merupakan proses pemanasan dengan suhu tinggi untuk menghancurkan mikroba. Proses sterilisasi yang diterapkan pada proses pengalengan merupakan proses sterilisasi komersial. Menurut Winarno (1994), sterilisasi komersial berbeda dengan sterilisasi total. Pada sterilisasi komersial terdapat beberapa mikroba yang hidup setelah dilakukan sterilisasi.

Pendinginan
Kaleng harus segera didinginkan setelah disterilisasi. Hal ini dilakukan untuk mencegah over cooking atau over processing, yaitu ikan yang mengalmi proses pemasakan terlalu lanjut yang berakibat pada perubahan rasa, warna dan tekstur daging (Murniyati dan Sunarman, 2000).
Menurut Fennema (1975) untuk menghindari terjadinya kerusakan pada kaleng dan badan kaleng, maka sebelum retort dibuka perlu dilakukan pemasukan udara yang bertekanan agar tekanan udara diluar dan didalam kaleng sama.
Pada saat proses pendinginan, air dialirkan melalui saluran pembuangan untuk mengetahui lama pendinginan yaitu sekitar 30 menit. Pendinginan selesai setelah didapatkan suhu sekitar 30oC-40oC. Retort dibuka, basket retort dikeluarkan dengan derek mekanis dan diangkut ke gudang produk jadi dengan bantuan forklift (Suartama, 2001).


Pelabelan
Menurut Murniyati dan Sunarman (2000), label memberikan indikasi tentang nama/jenis ikan yang dikaleng, bumbu yang dipakai, berat bersih, nama produsen, tanggal kadaluwarsa, dan lain-lainnya. Label sebaiknya dibuat dengan rancangan sederhana dengan tulisan yang jelas dan gambar yang menarik.
Sebuah label yang direncanakan dengan baik dan dengan cap (merk) yang terkenal besar sekali pengaruhnya. Bentuk gambar, huruf-huruf dan kombinasi warna harus jelas (Moeljanto, 1982).
Pemberian label atau etiket pada kaleng dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dicetak pada lembaran bahan kaleng sebelum kaleng dibentuk, kertas cetakan ditempelkan pada kaleng yang sudah disterilkan. Label ditempatkan dengan tangan atau dengan mesin setelah kaleng dikeringkan. Perekat yang dipakai harus tidak berbau, tidak beracun dan tidak menimbulkan karat (Murniyati dan Sunarman, 2000).