Berbagai cara telah dilakukan manusia untuk dapat mempertahankan nilai kesegaran ikan. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan pengalengan. Proses pengalengan ikan prinsipnya adalah memasukkan bahan pangan kedalam wadah (kaleng) kemudian ditutup rapat, selanjutnya bahan yang ada dalam kaleng tersebut dipanasi sampai suhu tertentu, pada tekainan tertentu pula guna mematikan mikroorganisme (Moeljanto, 1992).
Pengalengan adalah cara pengawetan ikan dengan sterilisasi. Bahan mentah yang dipakai terutama adalah ikan segar atau ikan basah. Selain itu, pengalengan juga dapat dilakukan pada ikan beku dan ikan asap. Bahan mentah untuk pengalengan harus dipilih yang betul-betul baik. Ikan yang kurang segar akan menimbulkan banyak kesulitan dalam pengolahan dan mengurangi daya awetnya. Hasil perikanan yang banyak dikaleng, selain ikan adalah udang, lobster, dan kerang. Ikan yang dikaleng dan disimpan dengan baik dapat bertahan selama dua tahun (Murniyati dan Sunarman, 2000).
Dengan pengalengan, maka ikan akan mempunyai daya simpan yang lebih lama sebagai bahan pangan yang layak untuk dikonsumsi. Selain itu, dengan pengalengan maka distribusi dari ikan yang dikaleng tersebut akan menjadi lebih luas, dapat menjangkau daerah-daerah yang jauh dari pantai. Keuntungan lain dari usaha pengalengan ikan ini adalah bahwa untuk ikan-ikan yang melimpah pada saat musim tidak akan terbuang percuma akibat dari proses pembusukan, ini berarti pengalengan dapat meningkatkan nilai ekonomisnya (Fardiaz, 1992).
Bahan-bahan dalam proses pengolahan
Pengalengan adalah cara pengawetan ikan dengan sterilisasi. Bahan mentah yang dipakai terutama adalah ikan segar atau ikan basah. Selain itu, pengalengan juga dapat dilakukan pada ikan beku dan ikan asap. Bahan mentah untuk pengalengan harus dipilih yang betul-betul baik. Ikan yang kurang segar akan menimbulkan banyak kesulitan dalam pengolahan dan mengurangi daya awetnya. Hasil perikanan yang banyak dikaleng, selain ikan adalah udang, lobster, dan kerang. Ikan yang dikaleng dan disimpan dengan baik dapat bertahan selama dua tahun (Murniyati dan Sunarman, 2000).
Menurut Murniyati dan Sunarman (2000), zat-zat yang ditambahkan pada isian (bumbu), pada umumnya berupa:
a. Saus (bear sauce, mustara sauce, lemon sauce, cream sauce, tomato sauce, prawn sauce, chee se sauce, dll).
b. Larutan garam (brine).
c. Minyak tumbuh-tumbuhan ditambah garam, asam dll.
Proses Pengalengan Ikan
Proses pengalengan ikan meliputi persiapan bahan mentah, pengisian (filling), penghampaan (exhausting), sterilisasi, pendinginan, dan pelabelan.
Persiapan Bahan Mentah
Bahan mentah berupa ikan disiapkan dengan cara dibuang isi perutnya, dicuci, di-precook, kemudian dipotong-potong dan ditimbang. Precooking dilakukan untuk ikan-ikan yang berlemak, misalnya tuna, untuk mengurangi kandungan minyak dan airnya. Ikan-ikan sebangsa lemuru, sarden, bandeng, herring, dan ikan-ikan kecil lainnya yang berkadar lemak rendah tidak perlu di-precook (Murniyati dan Sunarman, 2000).
Menurut Moeljanto (1982), pengisian ikan tuna kedalam kaleng dibagi atas:
a) Solid pack
Potongan-potongan loin utuh, besar dan kompak diisikan kedalam kaleng. Sedapat mungkin dalam satu kaleng berisi satu sampai tiga potong daging tanpa ada serpihan-serpihan daging.
b) Chuck pack
Tuna loin atau serpi han-serpihan daging putih yang diiris besar-besar dengan ukuran tertentu. Setelah dimasukkan kedalam kaleng lalu ditekan-tekan hingga berat dan ketinggian yang sudah ditentukan.
c) Flake pack
Sama engan chuck pack, tetapi besarnya potongan daging tidak seragam.
d) Grated Pack
Sebelum daging diisikan kedalam kaleng, digiling terlebih dahulu dan pengisiannya agak dipadatkan untuk memenuhi berat netto dan celah pemisah (head space) yang ditentukan.
Pengisian (Filling)
Pengisian ikan kedalam kaleng dapat dilakukan dengan tangan atau dengan mesin. Pengisian dengan tangan lebih menguntungkan meskipun tidak begitu cepat karena dimungkinkan untuk mengisi bagian-bagian yang kosong (Murniyati dan Sunarman, 2000).
Penghampaan (Exhausting)
Penghampaan adalah pengeluaran udara dari dalam kaleng. Penghampaan bermanfaat untuk mengurangi tekanan didalam kaleng, sehingga kaleng tidak pecah selama sterilisasi, meniadakan oksigen untuk mengurangi kemungkinan oksidasi isi kaleng dan korosi (perkaratan) pada bagian dalam kaleng, mengurangi kehidupan bakteri aerob, menjaga kandungan vitamin (Murniyati dan Sunarman, 2000).
Menurut Muchtadi (1995), exhausting berguna untuk menghilangkan sebagian besar oksigen atau gas-gas lain sebelum kaleng ditutup. Karena gas ini dapat bereaksi dengan bahan pangan atau bagian dalam kaleng sehingga akan mempengaruhi mutu, nilai gizi dan umur simpan produk. Kegunaan lain dari exhausting adalah memberikan ruangan bagi pengembangan produk selama proses sterilisasi, sehingga kerusakan kaleng akibat tekanan produk dari dalam dapat dihindari.
Sterilisasi
Sterilisasi adalah pemusnahan mikro-organisme dengan cara pemanasan yang dilakukan pada suhu dan waktu tertentu. Suhu yang dipakai biasanya 115oC-120 oC, dan waktunya 1-1 ½ jam, tergantung pada jenis ikan ukuran kaleng. Jika dipakai temperatur yang lebih rendah, sterilisasi berjalan lambat. Sebaliknya, jika temperatur lebih tinggi, daging ikan dapat rusak (Murniyati dan Sunarman, 2000).
Menurut Muchtadi (1995), sterilisasi merupakan proses pemanasan dengan suhu tinggi untuk menghancurkan mikroba. Proses sterilisasi yang diterapkan pada proses pengalengan merupakan proses sterilisasi komersial. Menurut Winarno (1994), sterilisasi komersial berbeda dengan sterilisasi total. Pada sterilisasi komersial terdapat beberapa mikroba yang hidup setelah dilakukan sterilisasi.
Pendinginan
Kaleng harus segera didinginkan setelah disterilisasi. Hal ini dilakukan untuk mencegah over cooking atau over processing, yaitu ikan yang mengalmi proses pemasakan terlalu lanjut yang berakibat pada perubahan rasa, warna dan tekstur daging (Murniyati dan Sunarman, 2000).
Menurut Fennema (1975) untuk menghindari terjadinya kerusakan pada kaleng dan badan kaleng, maka sebelum retort dibuka perlu dilakukan pemasukan udara yang bertekanan agar tekanan udara diluar dan didalam kaleng sama.
Pada saat proses pendinginan, air dialirkan melalui saluran pembuangan untuk mengetahui lama pendinginan yaitu sekitar 30 menit. Pendinginan selesai setelah didapatkan suhu sekitar 30oC-40oC. Retort dibuka, basket retort dikeluarkan dengan derek mekanis dan diangkut ke gudang produk jadi dengan bantuan forklift (Suartama, 2001).
Pelabelan
Menurut Murniyati dan Sunarman (2000), label memberikan indikasi tentang nama/jenis ikan yang dikaleng, bumbu yang dipakai, berat bersih, nama produsen, tanggal kadaluwarsa, dan lain-lainnya. Label sebaiknya dibuat dengan rancangan sederhana dengan tulisan yang jelas dan gambar yang menarik.
Sebuah label yang direncanakan dengan baik dan dengan cap (merk) yang terkenal besar sekali pengaruhnya. Bentuk gambar, huruf-huruf dan kombinasi warna harus jelas (Moeljanto, 1982).
Pemberian label atau etiket pada kaleng dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dicetak pada lembaran bahan kaleng sebelum kaleng dibentuk, kertas cetakan ditempelkan pada kaleng yang sudah disterilkan. Label ditempatkan dengan tangan atau dengan mesin setelah kaleng dikeringkan. Perekat yang dipakai harus tidak berbau, tidak beracun dan tidak menimbulkan karat (Murniyati dan Sunarman, 2000).
1 komentar:
sumber aslinya ada tdk?
Posting Komentar